PPHI dan Resolusi 2020
Oleh: Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH
TRIBUNNEWS.COM – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) menilai aspek supremasi hukum pada tahun 2019 masih belum memberikan harapan, serta pengakuan hukum sebagai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, yang menempatkan hak yang sama, baik di depan hukum maupun di dalam pemerintahan.
Perlakuan dan penegakan hukum, menurut PPHI, tidak lagi menjadi suatu tujuan.
Akan tetapi hukum atau undang-undang hanya dijadikan fungsi oleh negara di bidang pengaturan yang berpihak kepada kekuasaan, mengarah kepada sistem macshstaat (kekuasaan).
Indikasinya, proses Pemilu 2019 di mana orang gila atau sakit jiwa diberikan hak memilih, yang sebenarnya pemberian hak politik kepada orang sakit jiwa atau gila menjadikan produk pemilu cacat hukum karena dalam asas-asas umum dalam hukum, orang gila perbuatannya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, karena apa yang dilakukannya di luar kesadarannya.
Dalam proses Pemilu 2019, PPHI mengamati negara cenderung mengabaikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan hak konstitusional warga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Negara lebih cenderung bertindak represif mengekang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Sebagai akibatnya, banyak korban berjatuhan dan ditangkap.
Pada bagian lain, pemerintah sebagai penguasa dalam melakukan perubahan UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah lagi dengan UU No 19 Tahun 2019, pemerintah terlalu memaksakan kehendaknya yang banyak dikhawatirkan memperlemah KPK dalam memberantasan korupsi.
Sebab dalam UU terbaru proses penyidikan, menurut PPHI, terbelenggu dengan adanya Dewan Pengawas yang memiliki hak mengizinkan atau tidak penyidik melakukan penyadapan.
PPHI menilai kedudukan Dewan Pengawas akan menghalangi proses pro justitia dalam penyidikan, karena ada Dewan Pengawas tersebut.
Janji Presiden Joko Widodo kepada masyarkat akan merevisi UU No 19 Tahun 2019 yang sudah disahkan itu ternyata sampai akhir 2019 belum juga direalisasikan dan bahkan Jokowi melantik Dewan Pengawas yang dianggap menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Di pengujung tahun 2019, masyarakat Indonesia dikejutkan kasus megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 13,7 triliun, suatu jumlah yang cukup fantastis melebihi jumlah korupsi Bank Century.
PPHI menyayangkan dugaan korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya yang ternyata sudah cukup lama terjadi dan baru diketahui setelah pemerintahan Presiden Jokowi memasuki periode kedua.
Padahal kasus sebelumnya yakni dugaan korupsi di PT Pelindo III, dana haji, Meikarta, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Century selama periode pertama pemerintahan Jokowi tidak diselesaikan dengan serius dan sungguh- sungguh.
Banyaknya kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK menandakan bahwa persoalan korupsi dalam pemerintahan Presiden Jokowi jilid 1 tak terbantahkan yakni tidak terciptanya good and clean goverment.
Terlebih terjadi lagi megakorupsi BUMN PT Asuransi Jiwasraya yang menunjukkan bahwa betapa berkaratnya persoalan.korupsi di Indonesia.
Hal yang tak kalah menjadi perhatian adalah di ujung penutupan tahun 2019, Presiden Jokowi mendapat kado berupa tertangkapnya dua tersangka penyiram air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Di satu sisi masyarkat memberikan apresiasi kepada Polri dan Presiden Jokowi yang berhasil menangkap para tersangka pelaku itu, namun ada juga yang meragukan keberhasilan itu.
Terkait tertangkapnya dua tersangka kasus teror Novel, PPHI memuji keseriusan pemerintah menyelasikan kasus ini namun penulusuran pelaku menurut PPHI, pemerintah harus membuka tanpa ditutupi siapa pun pelakunya dan pemerintah harus benar-benar menegakkan keadilan di tengah masyarkat.
Harapan DPP PPHI, pada tahun 2020 pemerintah memiliki good will (kemauan baik) membangun keadilan dan hukum tanpa pandang bulu dan menjunjung supremasi hukum dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH: Ketua Umum DPP Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI).
Sumber:
https://www.tribunnews.com/tribunners/2019/12/29/pphi-dan-resolusi-2020?page=all.