Opini

Access to Justice

SEJAK awal perjuangan kemerdekaan bahwa founding fathers telah menginginkan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai negara hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Karenanya dalam Pembukaan UUD 1945 secara tegas dimuat pikiran-pikiran dasar tentang “kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan dan pernyataan bahwa pemerintah negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini memberikan harapan bahwa hukum akan melindungi segenap rakyat, segenap individu dari perlakukan tidak adil dan perbuatan sewenang-wenang. Hukum untuk mengayomi setiap warga bangsa agar hak-haknya sebagai warga negara dan hak asasi manusianya terjamin.

Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa selalu saja terdapat kesenjangan atas apa yang kita harapkan dengan kenyataan-kenyataan yang kita hadapi. Kita harus mengakui bahwa pemerintah negara telah memiliki idealisme dan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dan cita-cita dengan kenyataan yang terjadi itu. Pemerintah juga telah berjuang, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengatasi keadaan itu, tetapi hasilnya hingga saat ini memang belum dapat memuaskan semua warga, masih banyak dari mereka yang belum memiliki akses terhadap keadilan (acces to justice).

Melihat kenyataan tersebut, dalam sebuah sambutan acara Legal Aid and Access to Justice Summit (2004), Presiden SBY menghimbau agar kenyataan itu tidak membuat kita semua kehilangan energi, kehilangan semangat, menyerah, apalagi berputus asa. Perjuangan untuk mewujudkan sesuatu yang ideal, kadang-kadang memang memerlukan waktu yang sangat panjang, generasi demi generasi. Presiden juga mengajak untuk menyimak negara-negara maju, seperti Eropa, Amerika Serikat dan Jepang atau negara maju lainnya, betapa panjang sebuah peradaban dibangun, sebuah tatatanan serta sistem nilai dibangun. Agar kita semua memiliki keyakinan bahwa suatu saat nanti, apa yang kita harapkan akan menjadi kenyataan. Meskipun juga harus disadari bahwa problema kemanusiaan akan selalu muncul sepanjang zaman. Karena itu setiap generasi, termasuk generasi kita sekarang harus berbuat maksimal mengatasinya. “Apa yang telah kita rintis dan telah kita perbuat akan diteruskan oleh generasi-generasi yang akan datang. Tugas mereka nantilah untuk mengatasi setiap masalah yang muncul pada zamannya. Tugas kita adalah menyelesaikan masalah-masalah yang sekarang kita hadapi, sambil memberikan landasan bagi penyelesaian masalah-masalah yang akan muncul di masa depan,” Pinta Presiden.

Dalam konteks pembangunan hukum itu Wapres M. Jusuf Kalla, pada waktu memberikan pengarahan Seminar Nasional Pembangunan Hukum 20025, juga mengajak para stakeholders untuk mewujudkan hukum yang dinamis sesuai dengan kehidupan masyarakat yang memang dinamis. Karena itu hukum harus membuat kemajuan sesuai dengan harapan kesejahteraan rakyat. Dan dalam konteks global, hukum harus mampu meningkat daya saing bangsa, mendorong pertumbuhan ekonomi dan melindungi kekayaan bangsa, sehingga kekayaan yang dimiliki benar-benar bisa dinikmati masyarakat dan memberikan keuntungan bagi bangsa ini.

Hal itu sejalan dengan ajakan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, bahwa setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diamandemen empat kali tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living constitution). Agar konsepsi negara hukum demokratis (democratische-rechtsstaat, democratic rule of law) Indonesia pasca amandemen dapat berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtsstaat).

Karena itu, Seminar Visi Pembangunan Hukum 2025 yang diprakarsasi Universitas Indonesia tersebut, hakekatnya hanyalah sebuah awal untuk menggugah kesadaran kita semua, bahwa perencanaan pembangunan hukum memang harus mulai didialogkan dan atau diperdebatkan oleh semua anak bangsa, seperti layaknya para founding fathers menjelang kemerdekaan dan dalam Konstituante, agar dalam mengkonstruksi pembangunan nasional yang berkesejahteraan, yang dibingkai hukum tidak ada yang ditinggalkan, sehingga segenap bangsa memiliki akses yang sama terhadap keadilan (equality access to justice). Sebab, kita tahu bahwa in any system in the world, the people is true legislator.

Sumber:
https://kolierharyanto.wordpress.com/2008/11/20/access-to-justice/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *